Riwayat Raja Bone (3): La Saliyu Karempalua
MASIH bayi sudah menjadi raja negeri besar. Inilah yang terjadi pada
diri Karempalua karena sudah menjadi ketetapan pamannya, Raja Bone II La
Ummase’. Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa La Saliyu
Karempalua (1424 – 1496) adalah Arumpone (Raja Bone) yang menggantikan
pamannya, La Ummase’. Kedudukannya ini diterima dari pamannya sejak
berusia satu malam (masih bayi). Kalau ada sesuatu yang akan diputuskan
maka To Suwalle yang memangkunya menjadi juru bicaranya. Kemudian yang
bertindak selaku Makkedangen Tana (Perdana Menteri) adalah To Sulewakka.
Ketika memasuki usia dewasa, barulah La Saliyu Karampelua mengunjungi
orang tuanya di Palakka. Sesampainya di Palakka, kedua orang tuanya
sangat gembira dan diberikanlah pusakanya yang menjadi miliknya, juga
Pasar Palakka. Sejak itu orang Palakka tidak lagi berpasar di Palakka
tapi pindah ke Bone. La Saliyu Karampelua dikenal sangat mencintai dan
menghormati kedua orang tuanya. Ata’ alena (hamba sendirinya)
dikeluarkan dari Saoraja (istana) dan ditempatkan di Panyula. Sementara
hamba yang didapatkan setelah menjadi Arumpone di tempatkan di Limpenno.
Orang Panyula dan orang Limpennolah yang mempersembahkan ikan. Dia pula
yang menjadi pendayung perahunya dan pengusungnya jika Arumpone ini
bepergian jauh.
La Saliyu Karampelua sangat dicintai oleh rakyatnya
karena memiliki sifat - sifat rajin, jujur, cerdas, adil dan bijaksana.
Ia juga dikenal pemberani dan tidak pernah gentar menghadapi musuh.
Konon sejak masih bayi tidak pernah terkejut bila mendengarkan suara -
suara besar dan aneh. Arumpone ini dikawinkan orang tuanya dengan
sepupunya yang bernama We Tenri Roppo, ana’ pattola (putri mahkota)
Arung Paccing. Dari perkawinan itu lahirlah We Banrigau Daeng Marowa dan
We Pattana Daeng Mabela MakkaleppiE Arung Majang. Oleh Arumpone Petta
Karempalua, sebagian orang Bukaka dibawa ke Majang untuk menjadi rakyat
MakkaleppiE yang kemudian mendirikan Sao LampeE ri Bone, yang diberinya
nama Lawelareng. Sehingga digelari pula MakkaleppiE – Massao LampeE
Lawelareng atau Puatta Lawelareng.
Raja Bone III ini melanjutkan
kegiatan ekspansi yang telah dirintis pendahulunya, bahkan lebih besar
dan berhasil menduduki kerajaan – kerajaan kecil, seperti :
Pallengoreng, Sinri, Melle, Sancereng, Cirowali, Apala, Bakke, Atta
Salo, Soga, Lampoko, Lemoape, Parippung, Lompu, Limampanua Rilau Ale,
Babauwae, Barebbo, Pattiro, Cinennung, Ureng, Pasempe, Kaju, Ponre, dan
Aserabate Riawang Ale.
Data tersebut menunjukkan bahwa Bone pada
masa itu telah menguasai wilayah yang cukup luas (menurut ukuran pada
masa itu), sehingga organisasi pemerintahan perlu pula ditingkatkan.
Untuk itu La Saliu membagi wilayah pemerintahan Kerajaan Bone menjadi
tiga wilayah administratif, sesuai dengan pembagian warna bendera
Kerajaan Bone. Pertama, Negeri – negeri yang memakai bendera
Woromporongnge’ : Matajang, Mattoanging, Bukaka Tengah, Kawerrang,
Pallengoreng, Maloi. Semuanya dibawah koordinasi Matoa Matajang. Kedua,
Negeri – negeri yang memakai umbul merah di sebelah kanan
Woromporongnge’ : Paccing, Tanete,. Lemo, Masalle, Macege, Belawa,
Semuanya dibawah koordinasi Kajao Ciung dan Ketiga, Negeri – negeri yang
memakai umbul merah di sebelah kiri Woromporongnge’ : Arasong, Ujung,
Ponceng, Ta’, Katumpi, Padaccennga, Madello. Semuanya dibawah koordinasi
Kajao Arasong”. (Lontaraq Akkarungeng ri Bone ; Kasim, 2002)
Pembagian tersebut menunjukkan struktur organisasi pemerintahan Kerajaan
Bone dibawah La Saliyu Petta Karempalua. Dengan membagi Bone atas tiga
wilayah, berarti telah meletakkan pola desentralisasi pemerintahan
sesuai dengan tuntutan pragmatis luasnya wilayah kekuasaan Kerajaan Bone
pada masa itu. Menurut Prof Mr. Muhammad Yamin, “Raja Bone Petta
Karempalua adalah Raja Bone pertama yang menetapkan pemakaian bendera
merah putih sebagai bendera Kerajaan Bone” . Muhammad Yamin menulis
bahwa pada tahun 1398 – 1470, Raja Bone bernama Kerampalua mengibarkan
bendera merah putih, yaitu Bendera Woromporong berwarna merah dan umbul –
umbul pinggirnya di kiri – kanan berwarna putih, cellae riaya tau
cellae ri abeo”. Fakta ini menurutnya menunjukkan bahwa Kerajaan Bone
telah meletakkan pola dasar yang kuat untuk menjadikan ”Bendera Merah
Putih” sebagai bendera negara. (Kasim, 2002 dalam Makkulau, 2009).
Kerajaan – kerajaan yang telah menyatakan diri menjadi bagian wilayah
kerajaan Bone, dan tidak termasuk ke dalam salah satu wilayah
koordinatif tersebut, mereka dijadikan wanua palili dengan status
otonom. Kerajaan – kerajaan otonom yang berstatus wanua palili Bone
antara lain : Kaju, Pattiro, Lima Wanua Rilau Ale. Kerajaan Palakka
diperintah langsung oleh Raja Bone III ini karena Palakka adalah
kerajaan pusaka dari ayahnya, La Pattinkeng. (Kasim, 2002).
Seiring
perkembangan Kerajaan Bone, peraturan pertanahan dan hukum warisan
diumumkan secara resmi pada waktu bersamaan untuk menjamin stabilitas
hubungan di dalam komunitas (Matthes 1864, vol.1 : 466 – 68 dalam
Andaya, 2006). Penguasa - penguasa berikutnya disebut telah meletakkan
dasar bagi kemakmuran ekonomi. Penguasa ketiga Bone, La Saliyu Petta
Karampelua, disanjung karena usahanya dalam meningkatkan jumlah tanah
garapan dan pengetahuannya untuk urusan – urusan kerajaan (Matthes,
1864, vol. 1 : 471-2 ; Bakkers 1866 : 176-7 dalam Andaya, 2004).
Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone, disebutkan bahwa La Saliyu
Karampeluwa tiga bersaudara. Saudara perempuannya yang bernama We Tenri
Pappa kawin dengan La Tenri Lampa Arung Kaju melahirkan La Tenri Bali
(suami We Banrigau), sedangkan saudara perempuannya yang bernama We
Tenri Roro kawin dengan La Paonro Arung Pattiro, lahirlah La Settia
Arung Pattiro yang selanjutnya kawin dengan We Tenri Bali.
Anak La
Saliyu Karampeluwa dari isterinya yang bernama We Tenri Arung Amali
yaitu La Mappasessu kawin dengan We Tenri Lekke’. Anak La Saliyu
Karampeluwa dengan isterinya We Tenri Roppo Arung Paccing, adalah We
Banrigau Daeng Marowa MakkaleppiE kawin dengan sepupunya yang bernama La
Tenri Bali Arung Kaju. Dari perkawinan itu lahirlah La Tenri Sukki, La
Panaungi To Pawawoi Arung Palenna, La Pateddungi To Pasampoi, La Tenri
Gora Arung Cina juga Arung di Majang, La Tenri Gera’ To Tenri Saga, La
Tadampare (meninggal dimasa kecil), We Tenri Sumange’ Da Tenri Wewang,
We Tenri Talunru Da Tenri Palesse. (Lontaraq Akkarungeng ri Bone).
Setelah genap 72 tahun menjadi Arung Mangkaue’ ri Bone, dikumpulkanlah
seluruh orang Bone dan menyampaikan bahwa, ”Saya mengumpulkan kalian
untuk memberitahukan bahwa mengingat usia sudah tua dan kekuatan saya
sudah semakin melemah, maka saya bermaksud menyerahkan kekuasaan sebagai
Arung Mangkau’ di Bone kepada pengganti saya, We Banrigau Daeng Marowa
MakkaleppiE”. Mendengar itu, semua orang Bone menyatakan setuju. Maka
dikibarkanlah bendera WoromporongE. Setelah itu berkata lagi Arumpone,
”Di samping itu, saya menyerahkan kekuasaan dan perjanjian yang telah
disepakati oleh orang Bone dengan Puatta Mulaiye Panreng untuk
dilanjutkan oleh anak saya”. Setelah orang Bone kembali, hanya satu
malam saja setelah menyampaikan pewaris takhtanya, Arumpone Petta
Karempalua meninggal dunia. (***)
0 komentar: