Riwayat Tomanurung di Sekkannyili’ 2
Setelah itu pergilah keenampuluh matoa tadi menemui tomanurung, berkatalah ketika itu matoa Ujung, matoa Bila dan matoa Botto: “adapun maksud kedatangan kami sekali ini, tidak lain adalah untuk memohonkan rakhmatmu. Janganlah hendaknya paduka kembali ke kayangan dan padukalah hendaknya yang menjadi raja kami, maka pimpin dan bimbinglah kami kepada keselamatan dan kesejahteraan, lindungilah kami semua dalam menghadapi setiap masalah.Padukalah yang menjadi raja yang berkuasa atas diri kami dalam segala hal.Kalaupun ada keputusan atau pendapat kami, namun paduka tidak berkenan menyetujuinya, maka kami pun tidak akan mempertahankannya lagi”.
Berkatalah paduka tomanurung di Sikkannyili’: “hanya apabila engkau semua tidak menghianati diriku, hanya apabila engkau semua tidak menserikatkan aku.
Setelah itu bersepakatlah antara paduka yang mulia tomanurung di Sekkannyilik dengan keenampuluh matoa.Berkata pula paduka tomanurung, kusampaikan pula kepadamu sekalian; bahwa “ada pula saudara sepupu sekaliku yang menjadi tomanurung di daerah Libureng.Lebih baik engkau bermusyawara bersatu pendapat, agar kami berdualah yang mencarikan jalan kebaikan untukmu semua orang Soppeng.Dialah sebagai Datu Soppeng Rilau dan aku Datu Soppeng Riaja. Bersepakatlah engkau semua dan jemputlah ia.
Setelah itu berangkatlah keenampuluh matoa tadi, untuk menjumpai yang turun di Libureng, di suatu tempat yang dinamakan GoariE. Maka diketemukanlah sang tomanurung sedang duduk di atas guci porselinnya. Berkatalah matoa Ujung, Matoa Bila, Matoa Botto: “adapun maksud kedatangan kami adalah semata hanya untuk memohonkan rakhmatmu. Jaganlah hendaknya paduka kembali ke kayangan, agar padukalah yang dipertuan, untuk memimpin kami kepada jalan keselamatan dan kesejahteraan, melindungi kami semua dari segala mara bahaya, mempersekutukan kami secara ketat dan penuh berkah.Engkaulah raja, penguasa kami dalam segala hal, kalaupun ada anak keturunan kami, keputusan kami, yang engkau tidak sukai dan kehendaki maka kamipun rela untuk tidak menyukainya.
Berkatalah tomaurung di GoariE: “hanya saja apabila engkau semua tidak khianat, hanya saja kalau engkau semua tidak menserikatkan daku”.
Selanjutnya, disepakatilah ikrar tersebut.Itulah yang dinamakan ikrar janji setia antara raja dengan orang Soppeng, hal mana berkelanjutan secara turun temurun sampai kepada anak keturunan kedua belah pihak.Demikianlah asal muasalnya sehingga ada dua Datu di tanah Soppeng”.
Dalam sumber pustaka yang lain, kedatangan tomanurung di wilayah Sekkannyilik diceriterakan sedikit agak berbeda meskipun banyak ditemukan persamaan di dalamnya seperti berikut: Datangnya tomanurung di Sekkanyili’ diceriterakan dalam lotara bahwa; “suatu ketika daerah Soppeng dalam keadaan kekeringan akibat tidak turunnya hujan selama tujuh tahun berturut-turut. Matoa Bila mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan beberapa orang Matoa untuk mencari jalan keluar mengatasi krisis pangan dan bahaya kelaparan yang terus mengancam akibat timbulnya kekeringan.Ketika pertemuan sedang berlangsung, mereka terusik dengan ributnya suara dua ekor burung kakatua yang sedang memperebutkan setangkai buah padi, yang saat itu sudah sangat langkah ditemukan. Dibawah pimpinan Matoa Bila, para Matoa yang berunding mencoba mengikuti arah perginya sang burung kakaktua tadi, dan ternyata mereka sampai di suatu tempat yang kemudian diberi nama Sekkannyili’. Mereka menjadi heran karena daerah itu ternyata amat subur dan makmur, adalah suatu hal yang aneh dan istimewa, karena daerah itu ternyata amat subur di tengah-tengah daerah lainnya yang kering, gersang dan melarat.Setelah diselidiki, ternyata bahwa di daerah itu bertahta seorang penguasa yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tomanurung.
Ketika Matoa Tinco, Jennag Pesse serta segenap matoa-matoa wilayah persekutuan Soppeng Riaya mengetahui prihal datangnya tomanurung di daerah Sekkannyili’, segera disampaikan hal tersebut kepada Matoa Ujung, dan Matoa Botto bahwa : ada tomanurung di Sekkannyili’, berkatalah Matoa Bila, Matoa Botto dan Matoa Ujung “sebaiknya hal ini diberitahukan pula kepada Ketua-ketua persekutuan Soppeng Rilau, yaitu Matoa Salotungo” dan saran ini diterima oleh para ketua persekutuan Soppeng Riaja. Maka disepakatilah untuk mengundang mereka (matoa-matoa persektuan Soppeng Rilau). Setelah itu maka mereka semua datang, lalu berkatalah para ketua Soppeng riaja: “Ada tomanurung di Sikkannyilik’ bagaimana gerangan pandanganmu., berkata ketua Soppeng Rilau: “sebaiknya kita (Soppeng Riaja dan Soppeng Rilau) berdatang sembah, semoga niat kita dirahmatinya. Kiranya beliaulah nantinya yang berkenan memimpin dan mengayomi kita sekalian dalam segala hal (dekat maupun jauh). Kendati ada putusan kita, tetapi tidak disukainya maka kita pun akan tidak menyukainya.
Setelah itu pergilah keenampuluh ketua tadi menemui tomanurung. Berkatalah ketika itu Matoa Ujung, Matoa Bila, dan Matoa Botto “ Bahwasanya ketangan kami semua ini, tidak lain adalah untuk memohonkan rakhmatmu, janganlah hendaknya paduka kembali menghilang kembali ke kayangan dan padukalah hendaknya yang menjadi raja kami, maka bimbinglah kami kepada keselamatan dan kesejahteraan, ayomilah kami semua dalam menghadapi setiap masalah. Padukalah raja yang berkuasa atas diri kami dalam segala hal. Kalaupun ada pendapat kami, namun paduka tidak berkenan menyetujui pendapat itu, maka kamipun tidak akan pertahankan lagi.
Berkatalah tomanurung “hanya apabila engkau semua tidak menghianati diriku, hanya apabila engkau semua tidak menserikatkan aku”. Maka bersepakatlah antara tomanurung dengan 60 Matoa, kemudian tomanurung berkata lagi, “kusampaikan pula kepadamu sekalian bahwa: ada pula saudara sepupu sekaliku sebagai tomanurung yang turun di Libureng. Lebih baik engkau bermupakat bersatu pendapat, agar kami berdualah yang mencarikan jalan kebaikan untukmu semua. Bersepakatlah engkau semua dan jemputlah ia. La Temmamala kemudian mengajukan suatu usul atau permintaan kepada para Matoa Tadi agar ia dikawinkan dengan sepupu sekalinya itu. Untuk memenuhi permintaan La Temmamala, maka para Matoa segera berangkat menuju Libureng untuk mencari sepupu La Temmamala yang di maksud.Setelah mereka tiba di Libureng, maka merekapun mengetahui bahwa yang dicari itu adalah We Temmapuppu tomanurung di GoriE yang saat itu telah diangkat dan bertahta sebagai Datu Marioriwawo. Pada mulanya, lamaran La Temmamala ditolak oleh rakyat kerajaan Marioriwawo karena mereka merasa sangat keberatan bila Datunya itu hanya akan dijadikan sebagai permaisuri tanpa diberi kekuasaan yang sama tinggi dan setara dengan La Temmamala. Setelah melalui perundingan antara para Matoa dengan rakyat Mariowawo, maka pada akhirnya dicapai suatu kesepakatan bahwa La Temmamala manurungge ri Sekkannyili’ diangkat menjadi datu Sopeng Riaja dan We Temmapuppu manurunge ri Gorie Datu Marioriwawo diangkat menjadi Datu Sopppeng Rilau. Dengan demikian maka lahirlah suatu Kerajaan kembar dengan istilah Dua arung seddi ata.
Sebelum pelantikan manurung di Sikkannyilik sebagai Datu Soppeng Riaja dan manurung Libureng sebagai Datu Soppeng Rilau, maka diandakan semacam kontrak politik antara La Temmamala dan We Temmapuppu sebagai Datu Soppeng Riaja dan dan Datu Soppeng Rilau dengan tiga orang Matoa yaitu Matoa Bila, Matoa Botto dan Matoa Ujung atas nama orang banyak yang menyatakan bahwa:
“Engkau menjaga kami dari gangguan burung pipit tanpa kekerasan, engkau selimuti kami agar kami tidak kedinginan, engkau ikat kami bagai seonggok padi yang tidak hampa, dan engka pula yang memerintah kami dan membawa kami ke tempat yang dekat dan jauh.Walupun anak kami serta isteri kami, jika engkau tidak menyukai mereka, maka kamipun tidak menyukai mereka”.
Disepakatilah ikrar tersebut di atas dan itulah yang dinamakan ikrar janji setia antara dua orang Datu dengan seluruh orang Soppeng, hal mana isi perjanjian itu tetap berkelanjutan secara turun temurun sampai kepada anak keturunan kedua belah pihak.
0 komentar: