SEJARAH SOPPENG
Sejarah Soppeng diawali dengan munculnya “Tomanurung” dalam istilah bahasa Indonesia
dikenal sebagai orang yang muncul seketika. Saat itu, masyarakat
Soppeng tengah dilanda kegetiran dan kemiskinan ditambah dengan
penderitaan rakyat, maka berkumpullah tokoh-tokoh masyarakat “tudang
sipulung” untuk membahas masalah ini, di tengah pembicaraan mereka,
seekor burung kakak tua (dalam bahasa Bugis dikenal sebagai
“cakkelle”). Cakkelle ini terbang tepat di atas perkumpulan itu,
sehingga para tokoh yang melihatnya merasa ada sesuatu yang lain dari
cakkelle ini. Akhirnya pimpinan tudang sipulung menyuruh si Jumet,
salah seorang toko masyarakat bersama dengan rekannya yang lain untuk
mengikuti cakkelle tersebut.
Hari Ulang Tahun Kab. Soppeng sebelumnya ditetapkan pada 13 Maret
1957 yang bertumpu pada keluarnya Undang-Undang No. 4 Tahun 1954
tentang pembentukan Daerah Otonom Bone, Wajo dan Soppeng di pandang
menyimpang dari obyektivitas sejarah. Oleh karena itu sejumlah
cendekiawan melakukan usun rembuk kajian sejarah yang makin dipertajam.
Kesimpulan yang dihasilkan, hari ulang tahun Kab. Soppeng mesti
merangkai benang merah masa lalu dengan perhitungan pelantikan LATEMMALA MANURUNG’E RI SEKKANYILIK
yang menjadi Raja pertama Kab. Soppeng pada tahun 1261. Ikhwal
penetapan tanggal dan bulan ditarik dari saat-saat yang memiliki makna
tertentu, penetapan tanggal 23 dimaksudkan sebagai “Dua Tellu” yang
berarti beberapa orang yang memiliki kebersamaan persatuan dan kesatuan
(tidak sendirian). Adapun momentum bulan Maret sebagai pelantikan Bupati yang pertama sepanjang sejarah berdirinya Kabupaten Soppeng.
SEJARAH TERBENTUKNYA KERAJAAN SOPPENG
Soppeng adalah sebuah kota kecil dimana
dlm buku-buku lontara terdapat catatan tentang raja-raja yg pernah
memerintah sampai berahirnya status daerah Swapraja, satu hal menarik
sekali dalam lontara tsb bahwa jauh sebelum terbentuknya kerajaan
Soppeng, telah ada kekuasaan yg mengatur daerah Soppeng, yaitu sebuah
pemerintahan berbentuk demokrasi karena berdasar atas kesepakatan 60
pemukan masyarakat, namun saat itu Soppeng masih merupakan daerah
yang terpecah-pecah sebagai suatu kerajaan2 kecil. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah Arung,Sulewatang, dan Paddanreng serta
Pabbicara yang mempunyai kekuasaan tersendiri. Setelah kerajaan
Soppeng terbentuk maka dikoordinir oleh Lili-lili yang kemudian
disebut Distrikvdi Zaman Pemerintahan Belanda.
NO. |
NAMA
|
GELAR
|
KET.
|
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. | LATEMMAMALA LAMARACINNA LAMBA WE TEKKAWANUA LA MAKKANENGNGA LA MAKKARELLA LA PAWISENG LA PASAMPOI LA MANNUGA LA’DE LA MATAESSO LA SEKKATI LA MAPPALEPPE BEOWE LA TENRI BALI WE ADANG TENRI SENGE LA PATAO LA PADA SEJATI LA PAREPPA LA PADA SEJATI BATARA RI TOJA LA UDDANG RI LAU BATARA RI TOJA LA TEMMA SENGE LA TONGENGE LA MAPPAJANCI LAMAPPAPOLEONRO TENRIA WARUTENRI YAMPARENG LA UNRU LA ONRONG TO LEMPENG ABD. GANI ST. SAINAB H. ANDI WANA H. ANDI GALIB | MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI MANURUNGNGE RISEKKANYILI SOROMPALIE TOWAKKARENG MATINRO RI TANANA MABOLONGNGE PUANG LIPUE PATOLAE MALLAJANGNGE RI AGELLANG PATOLAE PATOLAE MATINROE RI RIADDATUNNA MATINTOE RI MADELLO MATINROE RI SALASSANA RANRENG TOA MATINROE RI NAGA MATINROE RI BEULA MATINROE RI SOMBA OPU MATINROE RI BEULA MATINROE RI LUWU MATINROE RI MUSUNA MATINROE RI LUWU MATINROE RI MALLIMONGAN MATINROE RI LAUNA MATINROE RI LAUNA MATINROE RI LAUNA MATINROE RI LAUNA MATINROE RI BARUGANA MATINROE RI TENGNGANA SOPPENG MATINROE RI TENGNGANA SOPPENG MATINROE RI TENGNGANA SOPPENG MATINROE RI PAKKASALOE MATINROE RI PAKKASALOE MATINROE RI PAKKASALOE DATU MARIORIAWA | 1300-1350 1350-1358 1358-1408 1408-1438 1438-1468 1468-1500 1500-1530 1530-1534 1534-1556 1556-1560 1560-1575 1575-1580 1580-1601 1601-1620 1620-1654 1654-1666 1666-1696 1696-1714 1714-1721 1721-1727 1722-1727 1727-1737 1737-1742 1742-1744 1744-1746 1746-1747 1747-1765 1765-1820 1820-1840 1840-1849 1849-1850 1850-1858 1858-1878 1878-1895 1895-1940 1940-1957 |
I PENDAHULUAN
Pengungkapan hari jadi Soppeng sangat besar arti dan maknanya, baik bagi generasi saat ini maupun generasi mendatang, sehingga mereka dapat memahami dan mengetahui kejayaan masyarakat Soppeng pada masa lalu, sebagai acuan dalam membangun masa depan yang lebih baik.
II. ASAL MULA NAMA SOPPENG
Asal mula nama Soppeng para pakar dan budayawan belum ada kesepakatan bahwa dalam sastra bugis tertua I LAGALIGO telah tertulis nama kerajaan Soppeng yang berbunyi :
“ IYYANAE SURE PUADA ADAENGNGI TANAE RI SOPPENG, NAWALAINNA SEWO-GATTARRENG, NONI MABBANUA TAUWE RI SOPPENG, NAIYYA TAU SEWOE IYANARO RI YASENG TAU SOPPENG RIAJA, IYYA TAU GATTARENGNGE IYANARO RIASENG TAU SOPPENG RILAU.
Berdasarkan naskah lontara tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penduduk tanah Soppeng mulanya datang dari dua tempat yaitu sewo dan Gattareng.
III. PENGANGKATAN DATU PERTAMA KERAJAAN SOPPENG
Didalam lontara tertulis bahwa jauh sebelum terbentuknya Kerajaan Soppeng telah ada kekuasaan yang mengatur jalannya Pemerintahan yang berdasarkan kesepakatan 60 Pemuka Masyarakat, hal ini dilihat dari jumlah Arung, Sullewatang, Paddanreng, dan Pabbicara yang mempunyai daerah kekuasaan sendiri yang dikoordini olih LILI-LILI
Namun suatu waktu terjadi suatu musim kemarau disana sini timbul huru-hara, kekacauan sehingga kemiskinan dan kemelaratan terjadi dimana-mana olehnya itu 60 Pemuka Masyarakat bersepakat untuk mengangkat seorang junjungan yang dapat mengatasi semua masalah tersebut
Tampil Arung Bila mengambil inisiatif mengadakan musyawarah besar yang dihadiri 30 orang matoa dari Soppeng Riaja dan 30 orang Matoa dari Soppeng Rilau, sementara musyawarah terganggu dan Arung Bila memerintahkan untuk menghalau burung tersebut dan mengikuti kemana mereka terbang.
Burung Kakak Tua tersebut akhirnya sampai di Sekkanyili dan ditempat inilah ditemukan seorang berpakaian indah sementara duduk diatas batu, yang bergelar Manurungnge Ri Sekkanyili atau LATEMMAMALA sebagai pemimpin yang diikuti dengan IKRAR, ikrar tersebut terjadi antara LATEMMAMALA dengan rakyat Soppeng.
Demikianlah komitmen yang lahir antara Latemmamala dengan rakyat Soppeng, dan saat itulah Latemmamala menerima pengangkatan dengan Gelar DATU SOPPENG, sekaligus sebagai awal terbentuknya Kerajaan Soppeng, dengan mengangkat Sumpah di atas Batu yang di beri nama “LAMUNG PATUE” sambil memegang segenggam padi denga mengucapkan kalimat yang artinya “isi padi tak akan masuk melalui kerongkongan saya bila berlaku curang dalam melakukan Pemerintahan selaku Datu Soppeng”.
IV. PERUMUSAN HARI JADI SOPPENG
Soppeng yang memiliki sejarah cemerlang dimasa lalu, dengan memperhatikan berbagai masukan agar penempatan Hari Jadi Soppeng, diadakan seminar karena kurang tepat bila dihitung dari saat dimulainya Pelaksanaan Undang-undang Darurat Nomor 04 Tahun 1957, sebab jauh sebelumnya didalam lontara, Soppeng telah mengenal sistem Pemerintahan yang Demokrasi dibawah kepemimpinan Raja dan Datu. Maka dilaksanakanlah Seminar Sehari pada Tanggal 11 Maret 2000, yang dihadiri oleh para pakar, Budayawan, Seniman, Ahli Sejarah, Tokoh Masyarakat, AlimUlama, Generasi Muda dan LSM, dimana disepakati bahwa hari Jadi Soppeng dimulai sejak Pemerintahan TO MANURUNGNGE RI SEKKANYILI atau LATEMMAMALA tahun 1261, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan BACKWARD CONTING, dan mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Soppeng untuk dibahas dalam Rapat Paripurna dan mengesahkan untuk dijadikan salam suatu Peraturab Daerah tentang Hari Jadi Soppeng.
V. PENETAPAN HARI JADI SOPPENG
Dari hasil rapat Paripurna Dewan perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Soppeng, Tanggal 12 Maret 2001 telah menetapkan dan mengesahkan suatu Peraturan Daerah Kabupaten Soppeng, Nomor 09 Tahun 2001, Tanggal 12 Maret 2001, bahwa Hari Jadi Soppeng Jatuh pada Tanggal 23 Maret 1261.
Ringkasan arti dari pemakaian Hari jadi Soppeng yakni angka 2 dan angka 3, karena angka tersebut mempunyai makna sejarah dan filosofi sebagai berikut :
1. Angka 2 menunjukkan :
a. Dua ke Datuan yakni Soppeng Rilau dan Soppeng Riaja
b. Dua Tomanurung yaitu : TOMANURUNG RI SEKKANYILI DAN TO MANURUNG RI GORIE.
c. Dua Cakkelle/Burung Kakaktua yang memperebutkan setangkai padi, yang merupakan petunjuk para matoa yang bermusyawarah mengatasi krisi kelaparan, akhirnya menemukan Tomanurungnge RI SEKKANYILI
d. Dua Pegangan hidup yaitu kejujuran dan keadilan.
e. Dua hal yang tidak bisa dihindari yaitu nasib dan takdir.
f. Dua tanranna namaraja tanaE
- Seorang pemimpin harus jujur dan pintar
- Masyarakat hidup aman, tentram dan damai.
2. Angka 3 menunjujjan :
a. adanya perjanjian 3 kerajaan yaitu : Bone, Soppeng dan Wajo yang dikenal dengan Tellu PoccoE.
b. Taring Tellu Menunjukkan tempat bertumpu yang sangat kuat dan stabil.
c. TELLU RIALA SAPPO, yaitu TAUE RIDEWATAE, TAUE RI WATAKKALE, TAUE RI PADATTA RUPA TAU.
d. TELLU EWANGENNA LEMPUE, yaitu kejujuran, kebenaran dan keteguhan.
a. adanya perjanjian 3 kerajaan yaitu : Bone, Soppeng dan Wajo yang dikenal dengan Tellu PoccoE.
b. Taring Tellu Menunjukkan tempat bertumpu yang sangat kuat dan stabil.
c. TELLU RIALA SAPPO, yaitu TAUE RIDEWATAE, TAUE RI WATAKKALE, TAUE RI PADATTA RUPA TAU.
d. TELLU EWANGENNA LEMPUE, yaitu kejujuran, kebenaran dan keteguhan.
3. Angka Dua Tellu bermakna :
a. Dua Tellu bermakna antara lain murah reski.
b. – Dua temmasarang, artinya Allah dan hambanya tidak pernah berpisah.
- Tellu temmalaiseng, artinya Allah Malaikat dan hamba selalu bersama-sama.
c. Tellu Dua Macciranreng, Tellu-Tellu Tea Pettu bermakna berpintal dua sangat rapu, berpintal tiga tidak akan putus.
d. – Mattulu Parajo Dua Siranreng teppettu sirangreng.
- Marutte Parajo, Mattulu Tellu Tempettu Silariang, bermakna tidak saling membohongi, nanti akan putus jika putus bersama.
a. Dua Tellu bermakna antara lain murah reski.
b. – Dua temmasarang, artinya Allah dan hambanya tidak pernah berpisah.
- Tellu temmalaiseng, artinya Allah Malaikat dan hamba selalu bersama-sama.
c. Tellu Dua Macciranreng, Tellu-Tellu Tea Pettu bermakna berpintal dua sangat rapu, berpintal tiga tidak akan putus.
d. – Mattulu Parajo Dua Siranreng teppettu sirangreng.
- Marutte Parajo, Mattulu Tellu Tempettu Silariang, bermakna tidak saling membohongi, nanti akan putus jika putus bersama.
4. dipilihnya bulan tiga atau maret Karen :
a. Bulan Terbentuknya Kabupaten Soppeng
b. Bulan Pelaksanaan Seminar hari Jadi Soppeng.
a. Bulan Terbentuknya Kabupaten Soppeng
b. Bulan Pelaksanaan Seminar hari Jadi Soppeng.
5. selain itu angka dua atau tiga juga bermakna :
- jika angka 2 + 3 = 5 yang berarti :
a. makna kata dalam huruf karawi lambing Daerah yaitu ADE, RAPANG, WARI, BICARA, SARA’
b. Rukun Islam
c. Pancasila
- jika angka 2 X 3 = 6 yang bermakna : Rukun Islam
- jika angka 2 + 3 = 5 yang berarti :
a. makna kata dalam huruf karawi lambing Daerah yaitu ADE, RAPANG, WARI, BICARA, SARA’
b. Rukun Islam
c. Pancasila
- jika angka 2 X 3 = 6 yang bermakna : Rukun Islam
6. dipilihnya tahun 1261 adalah menggunakan BACKWARD
COUNTING, yaitu pemerintahan Datu Soppeng pertama TAU MANURUNGNGE RI
SEKKANYILI atau LATEMMAMALA pada tahun 1261. sehingga dengan
demikian hari jadi Soppeng ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1261.
VI. PENUTUP
Demikianlah sekaligus sejarah singkat Hari jadi soppeng, untuk diperingati setiap Tahun oleh Pemerintah Kabupaten Soppeng bersama seluruh masyarakat untuk bersama-sama dalam melaksanakan kegiatan dan mengisi Pembangunan, sekaligus kita bangga sebagai warga Masyarakat Soppeng dalam suatu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
SEJARAH TERBENTUKNYA KERAJAAN SOPPENG
Soppeng adalah sebuah kota kecil dimana
dlm buku-buku lontara terdapat catatan tentang raja-raja yg pernah
memerintah sampai berahirnya status daerah Swapraja, satu hal menarik
sekali dalam lontara tsb bahwa jauh sebelum terbentuknya kerajaan
Soppeng, telah ada kekuasaan yg mengatur daerah Soppeng, yaitu sebuah
pemerintahan berbentuk demokrasi karena berdasar atas kesepakatan 60
pemukan masyarakat, namun saat itu Soppeng masih merupakan daerah
yang terpecah-pecah sebagai suatu kerajaan2 kecil. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah Arung,Sulewatang, dan Paddanreng serta Pabbicara
yang mempunyai kekuasaan tersendiri. Setelah kerajaan Soppeng
terbentuk maka dikoordinir oleh Lili-lili yang kemudian disebut
Distrikvdi Zaman Pemerintahan Belanda.
Literatur yang ditulis tentang sejarah Soppeng
masih sangat sedikit. Sebagaimana tentang daerah-daerah di Limae
Ajattappareng, juga Mandar dan Toraja, Soppeng hanyalah daerah
“kecil” dan mungkin “kurang signifikan” untuk diperebutkan oleh
dominasi dua kekuatan di Sulawesi Selatan yakni Luwu dan Siang
sebelum abad ke-16. Namun demikian, seperti disebutkan oleh sebuah
kronik Soppeng, dulunya Soppeng bersama Wajo, sangat bergantung
kepada kerajaan Luwu.
Seiring menguatnya kekuatan persekutuan
Goa-Tallo di Makassar; untuk mengimbanginya, Bone sempat mengajak
Wajo dan Soppeng membentuk persekutuan Tellumpocco pada perjanjian
Timurung tahun 1582. Akan tetapi, masuknya Islam di Sulawesi Selatan
di paruh akhir abad ke-16, ditandai dengan masuknya Karaeng Tallo I
Mallingkang yang lebih dikenal sebagai Karaeng Matoaya serta penguasa
Goa I Manga’rangi yang kemudian bergelar Sultan Alauddin, telah
merubah peta politik di Sulawesi Selatan. Untuk sementara, kekuatan
Bugis Makassar menjadi satu kekuatan baru untuk melawan orang kafir
ketika Soppeng dan Sidenreng memeluk Islam tahun 1609, Wajo 1610 dan
akhirnya Bone pada tahun 1611.
Perkembangan berikutnya sepanjang abad
ke-17, menempatkan Soppeng pada beberapa perubahan keputusan politik
ketika persaingan Bone dan Goa semakin menguat. Jauh sebelum
perjanjian Timurung yang melahirkan persekutuan Tellumpocco,
sebenarnya Soppeng sudah berada di pihak kerajaan Goa dan terikat
dengan perjanjian Lamogo antara Goa dan Soppeng. Persekutuan
Tellumpocco sendiri lahir atas “restu” Goa. Namun, ketika terjadi
gejolak politik antara Bugis dan Makassar disebabkan oleh gerakan yang
dipelopori oleh Arung Palakka dari Bone, Soppeng sempat terpecah dua
ketika Datu Soppeng, Arung Mampu, dan Arung Bila bersekutu dengan
Bone pada tahun 1660 sementara sebagian besar bangsawan Soppeng yang
lain menolak perjanjian di atas rakit di Atappang itu.
***
ITULAH cuplikan kecil sejarah Soppeng di
abad 16-17 yang terekam di dalam beberapa literatur penting.
Sayangnya, walaupun buku kecil ini memuat subyek sejarah di judul
kecilnya, alur fragmen penting sejarah Soppeng, minimal rangkumannya,
tidak disentuh sama sekali kecuali kutipan Lontara Soppeng yang menuliskan silsilah raja-raja Soppeng mulai dari La Temmamala ManurungngE ri Sekkannyili
yang menjadi raja pertama di sekitar tahun 1300 sampai raja-raja
Soppeng berikutnya yang berakhir di tahun 1957 serta beberapa catatan
kecil lainnya.
Namun, ada beberapa hal unik yang
diceritakan di dalam di buku ini. Sebagaimana sejarah Sulawesi
Selatan pada umumnya, proses terbentuknya komunitas masyarakat di
Soppeng juga menyerupai daerah-daerah lainnya. Dimulai dari masa sianre balei tauwe sampai masa tomanurung,
Lontara Soppeng juga memulai catatannya dengan cara sama, bahwa
komunitas “resmi” orang Soppeng adalah ketika Matoa Ujung, Matoa Botto
dan Matoa Bila bersama ketua persekutuan lainnya melantik tomanurung
sebagai raja.
Menurut kronik ini, daerah Soppeng
sebenarnya adalah daerah urban. Penduduk asli yang mendiami daerah
ini semula berasal dari dua tempat, Sewo dan Gattareng. Kedua
kelompok ini meninggalkan daerahnya masing-masing dan hidup
berdampingan di Soppeng, kelompok yang datang dari daerah Sewo
disebut orang Soppeng Riaja, dan kelompok yang berasal dari Gattareng
disebut orang Soppeng Rilau. Mereka kemudian dipimpin oleh
kepala-kepala persekutuan di kedua daerah masing-masing yang jumlahnya
enam puluh orang pada waktu itu.
Belakangan, muncul seorang tomanurung di
Sekkannyilli (wilayah Soppeng Riaja). Ketua-ketua persekutuan
Soppeng Riaja dan Soppeng Rilau kemudian sepakat untuk mengangkat
tomanurung tersebut sebagai raja. Sayangnya, ManurungngE ri
Sekkannyili “menolak” penunjukan tersebut kecuali dengan tiga syarat:
tidak dikhianati, tidak disekutukan, dan mengangkat sepupu sekalinya
yang juga tomanurung di Libureng (wilayah Soppeng Rilau) sebagai
raja di Soppeng Rilau. Dan begitulah, wilayah Soppeng pertama kali
dipimpin oleh dua raja “kembar” tomanurung melalui pembagian wilayah
kekuasaan. Selanjutnya, setelah kematian kedua raja ini, keturunan
merekalah berdua yang silih berganti melanjutkan pemerintahan dengan
menggabungkan wilayah Soppeng Riaja dan Soppeng Rilau ke dalam satu
wilayah kekuasaan yang kemudian disebut Soppeng saja.
Hal unik lain dalam buku ini adalah
pesan-pesan Arung Bila, sosok yang sangat dikenal melalui
cerita-cerita rakyat dan di dalam berbagai kronik di Sulawesi Selatan
khususnya lontara-lontara di Soppeng. Bahkan, buah pikiran Arung
Bila sempat dimuat di dalam buku Dr. B.F. Mathes Boegineshe Christomathie yang diterbitkan di Amsterdam tahun 1872. Arung Bila diakui sebagai tomaccana to Soppeng
(orang pintarnya Soppeng). Pikiran-pikiran Arung Bila telah mewarisi
masyarakat Soppeng tata pemerintahan dan tata masyarakat yang
beradab.
Namun siapakah Arung Bila yang dimaksud,
belum ada yang bisa memastikan karena banyaknya bangsawan yang
bernama Arung Bila di dalam sejarah kerajaan Soppeng. Riwayatnyapun
tidak ada yang ditulis di dalam lontara. Beberapa sejarawan daerah
mengatakan bahwa yang dimaksud Arung Bila di dalam kronik-kronik yang
menuliskan ajaran-ajarannya adalah “La Maniaga”, namun ada pula yang
mengatakan bahwa “La Taweng” atau “La Wadeng”. Dan membaca
ajaran-ajarannya, sepertinya Arung Bila ini juga bukanlah bangsawan
Soppeng yang mengambil keputusan politis untuk bersekutu dengan Bone
pada tahun 1660 seperti dalam kutipan di atas.
Namun, lepas dari ketidakjelasan
identitasnya, Arung Bila tomaccana to Soppeng sudah menjadi sumber
tradisi yang kokoh bagi masyarakat Soppeng maupun masyarakat Sulawesi
Barat dan Selatan pada umumnya. Ajaran-ajarannya tentang pangadereng
(perihal adat istiadat) bukan hanya menyangkut tata pemerintahan dan
hubungan antara raja dan rakyat, tetapi juga hubungan sesama anggota
masyarakat, hubungan anak dan orang tua, bahkan hubungan antara
suami dan istri.
0 komentar: